Tuesday, August 23, 2011

Hati-hati! Optimisme Dekat dengan Kebodohan

Apakah judul di atas tidak terlalu berlebihan?
Jawabannya ternyata tidak. Hal ini diungkapkan oleh Heidi Grant Halvorson, seorang motivator psikologis. Berikut adalah pendapatnya yang memiliki judul asli “Be an Optimist Without Being a Fool”.
Banyak motivator dan penulis buku perkembangan diri (self-improvement) memberikan pesan berikut: “Yakinilah bahwa kesuksesan dengan mudah akan datang kepadamu! Maka kesuksesan itu akan datang”. Ada satu masalah dalam pernyataan tersebut, yakni pernyataan tersebut ternyata SALAH.
Memvisualisasikan kesuksesan yang tanpa usaha bukan hanya tidak membantu, bahkan membahayakan. Cara ini adalah cara yang paling mudah untuk memperdaya lawan bicara. Pernyataan tersebut sebenarnya adalah sebuah resep untuk kegagalan.
Tapi bagaimana mungkin? Bukankah optimisme adalah sesuatu yang baik? Tentu saja. Optimisme dan kepercayaan diri yang dimunculkannya sangat penting untuk menumbuhkan dan menjaga semangat yang dibutuhkan untuk meraih tujuan (kesuksesan). Albert Bandura, salah seorang pendiri psikologi ilmiah, menemukan berabad-abad lalu bahwa perkiraan yang bisa menentukansukses atau tidaknya seseorang adalah yakin atau tidaknya mereka bahwa mereka akan sukses. Ribuan penelitian dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya, pendapat Bandura belum terbantahkan.
Tapi ada sebuah peringatan penting: untuk meraih kesuksesan, perlu dipahami, terdapat perbedaan penting antara yakin berhasil dan yakin berhasil dengan mudah. Atau dalam bahasa kerennya, perbedaan antara optimis yang realistis (realistic optimist) dan optimis yang tidak realistis (unrealistic optimist).
Orang-orang optimis- realistis (ini yang dimaksudkan oleh Bandura) meyakini bahwa mereka akan berhasil, sukses, tetapi mereka juga yakin bahwa mereka harus berusaha agar kesuksesan mereka terwujud – melalui hal-hal seperti kerja keras, perencanaan yang matang, ketegaran, dan pemilihan strategi yang tepat. Mereka sadar, memberikan perhatian yang serius tentang bagaimana mengatasi permasalahan adalah sebuah kebutuhan. Persiapan model seperti ini malah akan meningkatkan kepercayaan diri mereka untuk menyelesaikan permasalahan.
Orang-orang optimis- tidak realistis, di sisi lain, yakin bahwa kesuksesan akan datang kepada mereka – dan alam semesta akan memberikan hadiah atas pikiran postif mereka, atau entah bagaimana caranya dalam semalam mereka akan berubah menjadi orang yang sanggup mencegah datangnya permasalahan. (sepertinya mereka lupa bahwa Superman punya kelemahan dengan Kryptonit, permasalahan dengan identitas rahasia yang susah dijaga, dan permasalahan dalam hubungan).
Salah satu ilustrasi tentang berbahayanya optimis yang tidak realistis terekam dalam sebuah penelitian tentang penurunan berat badan pada wanita. Psikolog, Gabriele Oettingen, menanyakan bagaimana perasaan mereka ketika menjalani program penurunan berat badan. Dia menemukan bahwa wanita-wanita yang percaya akan berhasil, ternyata berhasil menurunkan berat badannya 26 pound (12 kg) lebih banyak dari orang yang ragu-ragu.
Tetapi Oettingen juga bertanya bagaimana mereka membayangkan diri mereka ketika menjalani program diet dan berhasil – apakah mereka membayangkan bahwa mereka akan mendapatkan kesulitan untuk menahan godaan, atau mereka dengan mudah menolak cemilan dan makanan gratisan. Hasilnya mengejutkan: wanita yang membayangkan akan adanya permasalahan dalam program dietnya turun 24 pound (11 kg) lebih banyak dari mereka yang meyakni bahwa mereka akan berhasil dalam program diet dengan mudah.
Dia menemukan sebuah pola yang sama dalam penelitian tentang sarjana yang mencari pekerjaan setelah lulus kuliah, mereka yang mencari pasangan yang sejati, dan mereka yang dalam proses penyembuhan pasca operasi. Orang yang optimis- realistis mengirim lebih banyak lamaran, lebih berani untuk menemukan pasangan, dan lebih bekerja keras dalam latihan rehabilitasinya –akhirnya, menjadikan masing-masing memiliki tingkat kesuksesan yang lebih tinggi.
Meyakini bahwa jalan menuju kesuksesan akan berbatu menuntun ke arah kesuksesan yang lebih besar karena keyakinan tersebut akan memaksa anda untuk mengambil tindakan. Orang yang percaya bahwa mereka akan sukses dan dengan seimbang mempercayai bahwa kesuksesan tidak datang dengan mudah, berusaha lebih keras, merencanakan bagaimana mereka akan menangani masalah sebelum masalah itu muncul, dan tegar lebih lama dalam menghadapi kesulitan.
Orang-orang yang optimis-tidak realistis dengan gembira akan mengatakan bahwa anda ini “terlalu negatif” saat anda menyatakan kekhawatiran, membuat rencana cadangan dan terlalu lama untuk memikirkan masalah yang ada merintangi jalan menuju kesuksesan. Padahal sebenarnya cara berfikir seperti ini adalah sebuah langkah yang penting dalam usaha menuju kesuksesan dan hal ini bukanlah antitesis dari sebuah optimisme kepercayaan diri. Fokus hanya pada yang kita inginkan dan tidak mengindahkan lainnya adalah sebuah cara berpikir yang naif dan ceroboh yang telah menyebabkan banyak pemimpin berada dalam permasalahan yang besar.
Tumbuhkanlah optimisme- realistis dengan mengkombinasikan perilaku positif dengan sebuah penilaian yang jujur akan tantangan yang telah menunggu. Jangan memvisualisasikan kesuksesan saja – visualisasikan juga langkah-langkah yang akan dilaksanakan untuk membuah kesuksesan terjadi.
Diterjemahkan dari Be an Optimist Without Being a Fool, karya Heidi Grant Halvorson.
Heidi Grant Halvorson, Ph.D. adalah seorang motivator psikolog dan pengarang dari buku Succeed: How We Can Reach Our Goals (Hudson Street Press, 2011). Dia juga adalah seorang blogger yang ahli tentang motivasi dan kepemempinan bagi Fast Company and Psychology Today. Blog pribadinya, The Science of Succes bisa di akses di www.heidigranthalvorson.com
http://blogs.hbr.org/cs/2011/05/be_an_optimist_without_being_a.html