Sunday, July 24, 2011

Anomali Abu Bakr

Keanehan bisa kita lihat pada kejadian sejarah kepemimpinan Abu Bakr. Keanehan inilah yang saya sebut dengan anomali. Karena di awal kepemimpinannya ada sesuatu yang tidak sesuai dengan cerita-cerita sebelumnya tentang dirinya.

Hal ini diawali dengan ketegaran dirinya ketika menghadapi kematian Rasulullah saw. Ketika itu ia diberitahu bahwa Rasulullah telah meninggal. Dari rumahnya yang berada di pinggiran kota Madinah, ketika ia datang ia telah melihat Umar berpidato: “Barang siapa yang mengatakan bahwa Muhammad telah meninggal maka akan kupenggal lehernya, ia tidak meninggal ia sebagaimana Imran hanya bersemedi selama 40 hari kemudian ia akan kembali lagi”.

Abu Bakr menyaksikan jasad Rasulullah, “Engkau wangi ketika masih hidup, dan tetap wangi ketika ajal telah menjemputmu”. Ia kemudian keluar, di tengah keramaian Abu Bakr berpidato, “Barang siapa yang menyembah Muhammad, Muhammad telah mati. Barang siapa yang menyembah Allah, Allah tetap hidup”. Setelah itu Umar bin Khattab terjatuh, pingsan tak sadarkan diri.

Aneh, Abu Bakr yang dianggap Rasulullah sebagai khalil (teman setia), ternyata tidak mengalami keguncangan sebagaimana Umar. Ia kelihatan tegar dan kuat menghadapi meninggalnya Rasulullah. Padahal dia dikenal sebagai seseorang yang lemah lembut, gampang terenyuh melihat penderitaan orang lain, mudah iba dan menangis. Ia juga orang yang memiliki kedekatan yang lebih dari sahabat lainnya, tapi mengapa ia bisa tegar menghadapi semua itu?

Anomali yang kedua, ketika Abu Bakr menjadi khalifah, ia memerintahkan Abu Ubaidah bin Al Jarrah untuk berangkat untuk menghadapi para para tentara Romawi yang berhasil menguasai daerah perbatasan. Banyak yang menganjurkan agar Abu Bakr mengurungkan niatnya. Karena ketika itu kondisi di Madinah dan sekitarnya belum kondusif pasca meninggalnya Rasulullah. Umar pun mengingatkan, sebaiknya pasukan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah disiapkan untuk mempertahankan Madinah. Abu Bakr tidak bergeming. “Bagaimana aku akan menyalahi perintah yang sudah diberikan oleh Muhammad Rasulullah saw yang meminta agar pasukan ini berangkat?”

Anomali yang ketiga adalah ketika Abu Bakr menentukan akan memerangi orang yang murtad dan tidak mau membayar zakat. Untuk memerangi orang yang murtad adalah sebuah keputusan yang wajar, tapi memerangi orang yang tidak membayar zakat, banyak yang memepertanyakan. “Meraka khan sudah dijamin darah dan kehormatan oleh Rasulullah”, kata beberapa sahabat termasuk Umar bin Khattab.

“Barang siapa yang memisahkan antara shalat dan zakat, aku akan memeranginya meski aku adalah orang yang terakhir yang melaksanakannnya”. Abu Bakr mengulangi ucapan ini berkali-kali. Yang akhirnya beberapa sahabat melakukannya.

Aneh, orang yang biasanya low profile, rendah hati, mudah tersentuh sekarang ini menjadi orang yang tegas bahkan terkesan keras. Anomali apakah ini?

Ini adalah sebuah hasil dari sebuah keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ia tidak lagi peduli dengan segala resiko yang akan ia terima, yang ia pedulikan adalah bagaimana ia nanti akan menghadap Rabb-nya dan ingin bertemu sahabatnya Rasulullah saw di akhirat. Sebuah keimanan yang membuahkan sebuah keteguhan yang tak tergoyahkan. Sebuah keyakinan yang membebaskan diri dari pandangan manusia.

Akankah ada anomali seperti Abu Bakr?

Wallahu A’lam Bish Showab

Thursday, July 21, 2011

Eh, Eh Ini Ada Orang, Jangan Diinjak-injak.

Ini adalah kata-kata saya yang menggambarkan kejadian ketika itu.

Setelah Rasulullah wafat beberapa orang Anshar berkumpul di rumah Sa’ad bin Ubadah. Sang empunya rumah yang ketika itu sedang sakit mendengar kerumunan orang di depan rumahnya, ia meminta untuk ditandu keluar.

Ternyata beberapa orang dari Anshar khawatir bagaimana nasib mereka setelah Rasulullah wafat. Siapa yang berhak memimpin kaum muslimin? Apakah orang Muhajirin, ataukah orang Anshar. Para pemuka Anshar yang datang berdalih.

“Kaum mereka (Quraisy) tidak menerima dakwah Rasulullah padahal ia dari mereka. Kini setelah mereka kuat, apakah mereka akan kita biarkan mengambil kekuasaan kita”. Banyak orang menyepakati ucapan ini. “Ya betul, itu betul, tidak boleh kita menyerahkan kekuasaan ini kecuali kepada orang Anshar”.

“Tapi Muhajirin adalah kaum yang dimulyakan, bagaimana bila satu amir dari kita dan satu amir dari mereka”, pendapat kedua muncul. “Ya, betul itu juga betul”. Sa’ad bin Ubadah tidak senang dengan pendapat yang satu ini karena pengusung pendapat pertama akan mengangkatnya jadi pimpinan.

Di tempat lain, Abu Bakr, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Al Jarrah diberikan laporan terkait diskusi yang ada di rumah Sa’ad bin Ubadah. Pada awalnya Umar dan Abu Ubaidah yang bergegas, mereka meminta agar Abu Bakr ikut namun ia masih ingin merawat jenazah Rasulullah. “Abu Bakr ini penting!”. Abu Bakr pun ikut dengan Umar dan Abu Ubaidah.

Di rumah Sa’ad situasi memanas dengan kedatangan tiga orang ini. Abu Bakr dan Umar, dua orang wazir Rasulullah, Abu Ubaidah panglima dengan pasukan yang sudah siap dengan baju perang dan perlengkapannya. Abu Bakr berkata kepada Umar, “Biarkanlah aku yang berbicara, bila setelah itu terserah apakah kau juga mau berbicara”.

Setelah Abu Bakar bicara, masih banyak Anshar yang tetap tidak berubah satu amir dari kami dan satu amir dari kamu. Umar naik pitam “Bah, tidak mungkin ada dua biduk dalam satu perahu!”. Akhirnya semua ramai, kacau. Untung ada Abu Ubaidah bin Al Jarrah.

Ia berkata, “Wahai saudaraku Anshar, bukankah kalian dulu pertama kali yang membantu? Apakah sekarang ini kalian ingin menjadi yang pertama memberontak?” Sahabat Anshar turun amarahnya. Seorang sahabat Anshar kemudian berbalik mendukung Muhajirin untuk memegang kekhalifahan. Serta merta Abu Bakr mengangkat tangan Umar dan Abu Ubaidah, “Aku siap membaiat dari dua orang ini siapa yang kalian sukai”.

Orang Anshar kelihatan bingung, Umar, wah bisa berabe nih (mungkin ini pikiran orang Anshar ketika itu). Abu Ubaidah masih muda. Umar kemudian berkata, “Aku membaiatmu Abu Bakr sebagai khalifah”. Abu Ubaidah juga berkata hal yang sama. Para sahabat Anshar kemudian berbondong-bondong membaiat Abu Bakr.

Di keriuhan baiat Abu Bakr, terdengar suara. “Eh, hati-hati, ada orang sakit jangan diinjak-injak”. Si empunya rumah sedang sakit, tidak berhasil dibaiat, tidak bisa bangun kini malah jadi sasaran injak-injakan massa yang berebut membaiat Abu Bakr.

KALO BAHASA SAYA, “HE REK, AKU JEK ONO IKI, AKU LARA, OJO DIPIDHAK’I! ATUH, ATUH, ATUH”. Tertawa sendiri bila mengingat cerita ini. Kok yo ono wae cerito sing model koyo ngene!.

Wkwkwkwkwkwkwk.

Wallahu A’lam bish Showab.

Tuesday, July 19, 2011

Pernahkah Engkau Menangisi Rasulullah?

Semalam, 18 Juli 2011, selepas Isya kusempatkan membaca sirah sahabat. Kali ini Abu Bakr Ash-Shidiq. Karya Muhammad Husein Haikal ini memang terasa berbeda, bahasanya yang bak bahasa novel menyihirku seketika.

Aku berhenti ketika membaca kisah bagaimana pembelaan Abu Bakr kepada Rasulullah saw. Namun bukan Abu Bakr yang membuatku menangis, tapi perjalanan hidup Rasulullah yang membuatku menitikkan air mata.

Dikisahkan bahwa pernah suatu hari Rasulullah ketika datang di area Mekkah ia telah diteror dengan ancaman dari kafir Quraisy. Tidak kuasa aku mengisahkannya lagi. Sungguh teramat pilu. Beliau yang mencintai umatnya diperlakukan seperti orang yang tidak memiliki pembelaan sama sekali.

Baju beliau ditarik-tarik oleh banyak orang yang mengerubutinya. "Hai Muhammad apakah benar engkau berkata begini-begini?" Dan Rasulullah pun membalas, "Ya memang aku berkata begini dan begini".

Selanjutnya aku tidak bisa membayangkan cacian-cacian apa yang diberikan oleh penduduk Mekkah kepada Rasul kita yang satu ini. Sampai-sampai Abu Bakr datang dan menghalau orang yang mengerubutinya, menarik bajunya. Sambil menangisi Rasulullah ia berkata, "Mengapa kalian melakukan hal seperti ini kepada orang yang menyatakan keesaan Tuhannya?"

Subhaanallah, Aku tidak tahu lagi seandainya bertemu denganmu Ya Rasulullah, kalimat apa yang akan aku ucapkan. Engkau adalah orang yang paling mulia di dunia ini tapi engkau rela dicaci maki oleh orang-orang yang tidak tahu, dan engkau tidak membalas. Engkau dihina dan diancam namun engkau malam membalas dengan senyum dan tutur kata yang lembut.

Bagaimana aku tidak menangis ketika aku membaca kisah tersebut, dan bagaimana aku tidak menangis ketika aku menceritakannya kembali? Engkau duhai Rasulullah adalah orang yang bersih dari dosa, namun engkau tidak membalas perlakuan keji dari umatmu sendiri bahkan Kau mengkhawatirkan mereka ketika ajal menjemput...

Semoga sholawat dan salam senantiasa atasmu Rasulku....

Wallahu A'lam Bishshowab.