Wednesday, June 27, 2012

Ketika Perang Berkobar, Bab II, Sun Tzu's The Art of War

Pertempuran (sumber flickr.com)
Sun Tzu berkata: dalam sebuah peperangan, di mana terdapat ribuan kereta perang, ratusan ribu tentara dengan baju zirahnya, dengan bekal untuk perjalanan sejauh 1000 Li, biaya yang dibutuhkan mulai dari daerah asal pasukan hingga garda depan, termasuk  hiburan bagi pembesar, hal-hal kecil seperti lem dan lukisan, ditambah dengan penyiapan kereta dan baju perang akan mencapai seribu ons perak perhari. Itulah biaya untuk memberangkatkan 100.000 orang tentara. 

Dalam pertempuran, dan kemenangan tak kunjung datang, pedang akan semakin tumpul, semangat akan turun. Bila mengepung kota, kau akan menguras kekuatanmu. Sekali lagi, bila perang berlangsung lama, sumberdaya negara tidak akan mampu menanggung biayanya. 

Ketika senjata tumpul, semangat pasukan turun, kekuatan surut, dan harta habis, raja lain akan menyerang daerah perbatasanmu. Dan bila ini terjadi, tidak satu orangpun, bagaimanapun bijaksananya, akan mampu mencegah akibat yang terjadi dari perang yang berlangsung lama. Oleh sebab itu, meski kita pernah mendengar ketergesa-gesaan adalah hal yang bodoh dalam perang, tapi waktu yang lama bukanlah sesuatu yang bisa disebut kecerdasan. Negara tidak akan menerima manfaat sama sekali dari perang yang berkepanjangan. 

Hanya yang mampu memahami betapa buruknya sebuah peperangan bisa mengetahui keuntungan dalam berperang. 

Prajurit yang terlatih tidak membentuk pasukan cadangan, kereta persediaannya juga tidak akan dimuati lebih dari sekali. Bawalah perbekalan ketika berangkat, tapi rampaslah harta musuhmu, sehingga pasukan akan memiliki bekal yang cukup. 

Kurangnya dana negara membuat pasukan harus di-supply dari jarak jauh. Mempertahankan pasukan dari jarak jauh akan memiskinkan rakyat. Di sisi lain, dekatnya tentara dengan suatu daerah akan membuat harga kebutuhan naik; dan naiknya harga akan menyebabkan sumber daya alam terkuras. Ketika sumberdaya terkuras, pekerjanya akan dibebani dengan pajak yang besar. 

Dengan terkurasnya sumberdaya, dan surutnya kekuatan, rakyat akan ditarik pajak besar-besaran, 3/10 penghasilan negara akan hilang; sementara pengeluaran untuk perbaikan kereta, kuda yang lelah, baju zirah, helm, busur dan anak panah, tombak, tameng, banteng penarik kereta, dan kereta perbekalan akan mencapai 4/10 dari total pendapatannya. 

Maka, seorang jendral yang bijak akan merampas harta musuhnya. Satu kereta perbekalan dari musuh setara dengan 20 kereta perbekalan milik sendiri, begitu juga 60 kg persediaan makanan dari musuh setara dengan 1200 kg perbekalan sendiri. 

Untuk mengalahkan musuh, tentara harus dibangkitkan amarahnya; harus ada keuntungan untuk mengalahkan musuh, harus ada imbalan. Karena itu, dalam pertarungan kereta berkuda, ketika telah menguasai sepuluh kereta atau lebih, semua harus diberikan kepada yang pertama berhasil menguasai. Bendera musuh harus diganti, dan kereta perang rampasan digunakan bersamaan dengan kereta perang sendiri. Tentara yang tertangkap harus diperlakukan dengan baik. Ini namanya memperkuat dengan tenaga musuh.

Dalam perang, tujuan utamanya hanya kemenangan bukan perang yang berkepanjangan. Karenanya, panglima adalah penentu dari nasib rakyatnya, tergantung kepadanya apakah negara akan berada dalam damai atau bahaya.

Monday, June 25, 2012

“Man Qolla Shidquhu Qolla Shodiquhu”


مَنْ قَلَّ صِدْقُهُ قَلَّ صَدِيْقُهُ


Siapa sedikit kejujurannya, sedikit temannya. Memang demikian makna mudah dari mahfudzot di atas. Tidak ada lagi yang perlu dibahas. Karena memang barang siapa yang senang dengan kebohongan sangat jauh dari pergaulan manusia. Tapi kasus jaman sekarang sepertinya tidak sesuai lagi dengan pemaknaan yang mudah. Sekarang ini banyak orang yang korupsi ternyata berjamaah. Banyak berbohong tetapi juga banyak pendukung. 

Untuk itulah aku menawarkan makna yang berbeda. Bila kita melihat arti kata shadaqo di Qur’an,  artinya ternyata lebih dari hanya mengatakan sebuah fakta dengan sesuai atau jujur. Hal ini bisa kita lihat di surat Al-Ahzab ayat 23,



Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya),

Di ayat di atas ada kata shodaquu, yang dalam kaidah bahasa Arab asal katanya sama dengan shidqu yakni shodaqo. Di tafsir Ibnu Katsir ketika membahas ayat ini Anas bin Malik mengatakan bahwa ayat ini berkenaan dengan seorang sahabat bernama Anas bin Nadr.

Anas bin Nadr ketika di perang Badar tidak datang. Oleh sebab itu dia merasa sangat menyesal sehingga ia berujar, “Perang pertama bersama utusan Allah dan aku tidak di sana. Bila Allah mengijinkan aku berperang dengan Rasulullah, Allah akan melihat apa saja yang bisa kulakukan!” Itu saja kalimat yang ia ucapkan.

Ketika perang Uhud pecah ia bergabung dengan pasukan Rasulullah saw. Dan ia berjuang bersama beliau hingga mendapatkan delapan puluh luka sabetan pedang dan tusukan tombak sampai akhirnya ia syahid. Salah seorang keluarganya hanya mengenali jasadnya dari jari-jemarinya saja.


Subhaanallah. 

Di ayat yang lain Allah juga memberikan arti kata shodaqo dengan arti yang hampir sama.
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Al Ankabut: 2-3)

Kurang lebih bila disimpulkan shodaqo adalah menepati janji atau samanya hati, perkataan dan perbuatan. Dan inilah definisi yang pas dengan mahfudzot di atas.

Dan di mahfudzot tersebut ada dua kata yang memiliki asal kata shodaqo yakni kata shidquhu dan shodiiquhu Artinya menjadi, “siapa yang sedikit dalam kesamaan antara hati, perkataan dan perbuatannya, sedikit pula orang di sekitarnya yang memiliki kesamaan hati, perkataan dan perbuatan”.

Dengan kata lain, orang-orang yang memiliki kesamaan hati, perkataan dan perbuatan akan senantiasa dikelilingi dan berkumpul dengan orang yang juga sama antara ungkapan hati, perkataan dan perbuatannya.

Dan begitu sebaliknya, bila seseorang tersebut sedikit kesamaan antara hati, perkataan dan perbuatan akan berada di lingkungan orang yang hati, perkataan dan perbuatannya sering berbeda atau munafik.

Sehingga bila seseorang yang memiliki banyak teman padahal ia adalah pribadi yang plin-plan bisa jadi temannya adalah orang yang serupa dengan dirinya. Dan sebaliknya, bisa jadi orang yang sedikit temannya karena orang  yang sama antara hati, perkataan dan perbuatan itu tidak banyak jumlahnya.

Namun, meski tidak banyak teman, ia akan mendapatkan pembelaan yang utuh karena mereka memiliki kesamaan ungkapan dalam hati, perkataan, dan perbuatan. Ungkapan iman, ketauhidan kepada Allah dan meneladani Rasulullah saw.

Wallahu A’lam bish Showab

Friday, June 22, 2012

Kenapa Harus Ada Saksi?


Karena manusia memiliki nafsu muncullah yang namanya saksi. Kenapa bisa begitu?

Dalam sebuah pengadilan, kita sudah mengerti apa itu saksi. Saksi didatangkan untuk mengetahui benar tidaknya tuduhan baik dari yang mengajukan tuntutan atau yang dituntut. Secara mudah saksi dibutuhkan untuk menjadi bukti hidup yang menjamin kebenaran sebuah peristiwa. Saksi ini harus mengetahui dengan betul perkara apa yang akan disidangkan. Dan karena tingkat pengetahuan ini bahkan memunculkan ada yang namanya saksi ahli.

Seorang penjahat bisa lolos dari pengadilan bila ia memiliki saksi yang kuat yang mampu menunjukkan bahwa dia berada dalam kebenaran. Pun sebaliknya. Seorang yang jujur bisa dihukum bila ia menuduh orang lain berbuat kejahatan dan tidak ada atau kurang saksi yang mendukung tuduhannya.

Karena godaan nafsu manusia yang jujur bisa terkadang berbuat salah. Apalagi orang yang tidak jujur pasti lebih sering berbuat salah. Karenanya ketika seseorang menghadapi dilema berbuat benar atau salah kita tidak bisa hanya menyerahkan kepada dia seorang. Harus ada saksi yang mendukungnya.

Dalam bahasa Arab saksi itu disebut sebagai syahiid atau syuhadaa’ ketika jama’ (plural dalam bahasa Inggris). Di dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan kata syahiid atau syuhadaa’ ini.

Namun dari sekian banyak kemunculan kata ini ada dua persamaan (menurutku baru ketemu dua) yang bisa jadi pelajaran. Yang pertama kata syahiid atau syuhadaa’ akan muncul ketika ada peristiwa pembuktian atau membutuhkan adanya bukti antara kesesuaian ucapan dan perbuatan sebagaimana di sebuah persidangan. Artinya kesaksian atau saksi adalah sesuatu mutlak yang harus dimiliki untuk menunjukkan kebenaran.

Tidak hanya bagi manusia biasa. Bahkan para nabi dan rasul pun akan diminta bukti mereka.

Di hari Kebangkitan, Allah akan bertanya kepada Nuh, “Sudahkah kau menyampaikan risalah?” Nuh menjawab, “Sudah ya Allah”. Kaum nabi Nuh kemudian ditanya, “Sudahkah Nuh menyampaikan risalahnya?” Mereka menjawab, “Tidak ada pemberi peringatan yang datang kepada kami dan tidak ada rasul yang diutus kepada kami?” Lalu Nuh ditanya lagi, “Siapa yang akan menjadi saksimu?” Nuh menjawab, “Muhammad dan ummatnya.” (HR. Ahmad)

Yang kedua, saksi ini bermacam-macam. Namun yang menjadi ukuran kuat dan lemahnya tingkat kesaksian adalah tingkat pengetahuan mereka terhadap perkara. Oleh karenanya umat Islam akan menjadi saksi bagi umat manusia. Dan Rasul akan menjadi saksi atas umatnya. Selain itu seorang manusia juga memiliki saksi dari anggota tubuh mereka. dan yang paling tinggi adalah dari yang Maha Menyaksikan, Allah swt.

Dan bila sudah Allah yang menjadi saksi bagaimana seseorang bisa membantah atau berpaling?

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.(QS. 2: 143)

Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. (QS. 41: 20)

Bahkan mereka mengatakan: "Dia (Muhammad) telah mengada-adakannya (Al Quran)." Katakanlah: "Jika aku mengada-adakannya, maka kamu tiada mempunyai kuasa sedikitpun mempertahankan aku dari (azab) Allah itu. Dia lebih mengetahui apa-apa yang kamu percakapkan tentang Al Quran itu. Cukuplah Dia menjadi saksi antaraku dan antaramu dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. 46:8)

Wallahu A’lam Bish Showab