Mencari inti hidup dari Ayat-ayat Quran, serial Mahfudzot, serial Sun Tzu, serial HBR (Harvard Business Review), kehidupan sehari-hari dan sebagainya
Monday, November 14, 2011
Sun Tzu, The Art of War (introduction)
Tuesday, October 11, 2011
Data Josep "Pep" Guardiola
- La Liga (3): 2009, 2010, 2010-11
- Copa del Rey (1): 2009
- Piala Super Spanyol (2): 2009, 2010
- Liga Champions UEFA (2): 2008-09, 2010-11
- Piala Super UEFA (1): 2009
- Piala Dunia Antarklub FIFA (1): 2009
- Pelatih Klub Terbaik IFFHS (1): 2009
- Pelatih Terbaik Penghargaan Don Balón (2): 2009, 2010
- Pelatih Eropa Terbaik Onze d'Or (1): 2009
- Pelatih Terbaik Trofi Miguel Muñoz (2): 2009, 2010
- Manajer Terbaik Dunia World Soccer Magazine (1): 2009
- Pelatih Terbaik Tim Terbaik UEFA (1): 2009
- Pelatih Terbaik menurut LFP (1): 2009
- Penghargaan Catalunya (1): 2009
Belajar Kebebasan dari Senor Guardiola
Siapa yang tidak kenal dengan Pep Guardiola? Muda, sukses sebagai pemain dan sekarang manajer di Klub FC. Barcelona. Ia memiliki pemain-pemain yang brilian. Tapi tetap saja kesuksesan itu berasal dari kemampuan senor Guardiola dalam meramu permainan.
Tapi ada hal menarik yang bisa kita pelajari dari diri Guardiola yang mungkin sangat jarang kita dapatkan di pribadi yang lain. Mantan pemain Barcelona yang dulu berposisi sebagai gelandang bertahan tersebut saat ini hanya memiliki batas kontrak manajer dengan Barcelona hingga 2012. Ketika ditanya kenapa ia tidak memperpanjang kontraknya layaknya pemain atau pelatih lain dalam durasi 4 tahun atau lebih jawabannya adalah, kebebasan.
Dalam dunia olahraga atau sepak bola atau dalam apapun ia sadar bahwa segalanya sangat mudah berubah. Dia tidak ingin nantinya bila ia kemudian memperpanjang kontraknya kemudian dia sudah tidak lagi merasa nyaman “tertantang”, kinerjanya malah memburuk. Oleh sebab itu, ia hanya akan memperpanjang kontrak dalam satu atau dua tahun saja.
Bila tahun depan ia tidak lagi menemukan kenikmatan dalam mengatur suatu klub ia tidak terbebani untuk tetap bertahan. Ia bisa berpindah sesuai dengan keinginannya. Mungkin ini adalah salah satu ciri orang yang memang yakin dirinya memiliki kualitas. Dan tidak ada yang bisa menentukan masa depannya kecuali dirinya sendiri.
Menurut saya kita juga harus belajar dari Guardiola. Seringkali kita takut kehilangan pekerjaan, jabatan, posisi dan kenyamanan jangan-jangan karena memang kita kurang memiliki kompetensi dalam memegang amanah. Bila kita yakin diri kita adalah orang yang mampu, niscaya kita malah tidak ingin dikontrak dan menghabiskan sisa usia di dalam pekerjaan yang sangat tidak menyenangkan bagi kita.
Simple, sederhana tapi tidak mudah. Tapi bila kita ingin merasakan kebebasan yang sebagaimana dirasakan oleh Guardiola mari kita terus belajar dan belajar sehingga kita tidak perlu takut untuk kehilangan posisi atau jabatan karena kita tahu bahwa kita adalah orang yang dibutuhkan untuk menghadirkan kemenangan-kemenangan.
Wallahu A’lam bish showab
Friday, September 16, 2011
Gadis Cantik Vs Nenek Tua

Tuesday, September 13, 2011
Melihat Kepribadian dari Cara Makan Tempe Penyet

Aku dan istriku adalah dua orang fans makanan yang satu ini. Ya, tempe penyet. Sebuah hidangan yang jamak dijumpai di Surabaya terutama di daerah sekitar kampus. Setelah kami menikah, kami pun tetap suka dengan tempe penyet karena kesederhanaan dan kecepatan penyajiannya terutama. Inilah fast food asli Indonesia.
Setelah beberapa kali kami makan malam bersama, ternyata ada beberapa temuan yang kudapatkan ketika menyantap tempe penyet,
1. Aku dan istriku ternyata memiliki kebiasaan dan karakter yang berbeda pada masing-masing kami.
2. Meskipun berbeda, aku melihatnya sebagai sebuah keseimbangan, yang satu melengkapi yang lain.
3. Istriku lebih spontan dan kreatif, ia cenderung lebih terbuka dan menyukai kejutan-kejutan.
4. Sedangkan diriku lebih teratur, rapi, langkah yang tertata, dan senang dengan kesempurnaan.
Dua kepribadian yang berbeda ini menghasilkan cara makan yang berbeda. Istriku ketika menghadapi tempe penyet, ia langsung akan menyiramkan sambal dan mencampurnya dengan rata dengan nasi. Sedangkan diriku, akan memisahkan sayuran, nasi, lauk pauk dan sambal. Aku akan mengambil sedikit demi sedikit dan berusaha agar kesemuanya akan habis pada saat yang bersamaan.
Meskipun berbeda, kami tidak keberatan dengan perbedaan ini, bahkan seringkali perbedaan inilah yang menjadi bumbu dalam kehidupan rumah tangga kami. Yang satu lebih spontan dan kreatif, dan yang lain lebih teratur dan konsisten.
Mungkin lebih banyak lagi cara makan dan kepribadian lain yang bisa disaksikan selain kami berdua. Semoga tambahan ini bisa menjadi pengetahuan baru dalam ilmu Psikologi.
Komentar dan pertanyaan bisa dituliskan di bawah tulisan ini pada kolom komentar.
Wallahu A’lam bish Showab
Tuesday, August 23, 2011
Hati-hati! Optimisme Dekat dengan Kebodohan
Sunday, July 24, 2011
Anomali Abu Bakr
Keanehan bisa kita lihat pada kejadian sejarah kepemimpinan Abu Bakr. Keanehan inilah yang saya sebut dengan anomali. Karena di awal kepemimpinannya ada sesuatu yang tidak sesuai dengan cerita-cerita sebelumnya tentang dirinya.
Hal ini diawali dengan ketegaran dirinya ketika menghadapi kematian Rasulullah saw. Ketika itu ia diberitahu bahwa Rasulullah telah meninggal. Dari rumahnya yang berada di pinggiran kota Madinah, ketika ia datang ia telah melihat Umar berpidato: “Barang siapa yang mengatakan bahwa Muhammad telah meninggal maka akan kupenggal lehernya, ia tidak meninggal ia sebagaimana Imran hanya bersemedi selama 40 hari kemudian ia akan kembali lagi”.
Abu Bakr menyaksikan jasad Rasulullah, “Engkau wangi ketika masih hidup, dan tetap wangi ketika ajal telah menjemputmu”. Ia kemudian keluar, di tengah keramaian Abu Bakr berpidato, “Barang siapa yang menyembah Muhammad, Muhammad telah mati. Barang siapa yang menyembah Allah, Allah tetap hidup”. Setelah itu Umar bin Khattab terjatuh, pingsan tak sadarkan diri.
Aneh, Abu Bakr yang dianggap Rasulullah sebagai khalil (teman setia), ternyata tidak mengalami keguncangan sebagaimana Umar. Ia kelihatan tegar dan kuat menghadapi meninggalnya Rasulullah. Padahal dia dikenal sebagai seseorang yang lemah lembut, gampang terenyuh melihat penderitaan orang lain, mudah iba dan menangis. Ia juga orang yang memiliki kedekatan yang lebih dari sahabat lainnya, tapi mengapa ia bisa tegar menghadapi semua itu?
Anomali yang kedua, ketika Abu Bakr menjadi khalifah, ia memerintahkan Abu Ubaidah bin Al Jarrah untuk berangkat untuk menghadapi para para tentara Romawi yang berhasil menguasai daerah perbatasan. Banyak yang menganjurkan agar Abu Bakr mengurungkan niatnya. Karena ketika itu kondisi di Madinah dan sekitarnya belum kondusif pasca meninggalnya Rasulullah. Umar pun mengingatkan, sebaiknya pasukan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah disiapkan untuk mempertahankan Madinah. Abu Bakr tidak bergeming. “Bagaimana aku akan menyalahi perintah yang sudah diberikan oleh Muhammad Rasulullah saw yang meminta agar pasukan ini berangkat?”
Anomali yang ketiga adalah ketika Abu Bakr menentukan akan memerangi orang yang murtad dan tidak mau membayar zakat. Untuk memerangi orang yang murtad adalah sebuah keputusan yang wajar, tapi memerangi orang yang tidak membayar zakat, banyak yang memepertanyakan. “Meraka khan sudah dijamin darah dan kehormatan oleh Rasulullah”, kata beberapa sahabat termasuk Umar bin Khattab.
“Barang siapa yang memisahkan antara shalat dan zakat, aku akan memeranginya meski aku adalah orang yang terakhir yang melaksanakannnya”. Abu Bakr mengulangi ucapan ini berkali-kali. Yang akhirnya beberapa sahabat melakukannya.
Aneh, orang yang biasanya low profile, rendah hati, mudah tersentuh sekarang ini menjadi orang yang tegas bahkan terkesan keras. Anomali apakah ini?
Ini adalah sebuah hasil dari sebuah keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ia tidak lagi peduli dengan segala resiko yang akan ia terima, yang ia pedulikan adalah bagaimana ia nanti akan menghadap Rabb-nya dan ingin bertemu sahabatnya Rasulullah saw di akhirat. Sebuah keimanan yang membuahkan sebuah keteguhan yang tak tergoyahkan. Sebuah keyakinan yang membebaskan diri dari pandangan manusia.
Akankah ada anomali seperti Abu Bakr?
Wallahu A’lam Bish Showab
Thursday, July 21, 2011
Eh, Eh Ini Ada Orang, Jangan Diinjak-injak.
Ini adalah kata-kata saya yang menggambarkan kejadian ketika itu.
Setelah Rasulullah wafat beberapa orang Anshar berkumpul di rumah Sa’ad bin Ubadah. Sang empunya rumah yang ketika itu sedang sakit mendengar kerumunan orang di depan rumahnya, ia meminta untuk ditandu keluar.
Ternyata beberapa orang dari Anshar khawatir bagaimana nasib mereka setelah Rasulullah wafat. Siapa yang berhak memimpin kaum muslimin? Apakah orang Muhajirin, ataukah orang Anshar. Para pemuka Anshar yang datang berdalih.
“Kaum mereka (Quraisy) tidak menerima dakwah Rasulullah padahal ia dari mereka. Kini setelah mereka kuat, apakah mereka akan kita biarkan mengambil kekuasaan kita”. Banyak orang menyepakati ucapan ini. “Ya betul, itu betul, tidak boleh kita menyerahkan kekuasaan ini kecuali kepada orang Anshar”.
“Tapi Muhajirin adalah kaum yang dimulyakan, bagaimana bila satu amir dari kita dan satu amir dari mereka”, pendapat kedua muncul. “Ya, betul itu juga betul”. Sa’ad bin Ubadah tidak senang dengan pendapat yang satu ini karena pengusung pendapat pertama akan mengangkatnya jadi pimpinan.
Di tempat lain, Abu Bakr, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Al Jarrah diberikan laporan terkait diskusi yang ada di rumah Sa’ad bin Ubadah. Pada awalnya Umar dan Abu Ubaidah yang bergegas, mereka meminta agar Abu Bakr ikut namun ia masih ingin merawat jenazah Rasulullah. “Abu Bakr ini penting!”. Abu Bakr pun ikut dengan Umar dan Abu Ubaidah.
Di rumah Sa’ad situasi memanas dengan kedatangan tiga orang ini. Abu Bakr dan Umar, dua orang wazir Rasulullah, Abu Ubaidah panglima dengan pasukan yang sudah siap dengan baju perang dan perlengkapannya. Abu Bakr berkata kepada Umar, “Biarkanlah aku yang berbicara, bila setelah itu terserah apakah kau juga mau berbicara”.
Setelah Abu Bakar bicara, masih banyak Anshar yang tetap tidak berubah satu amir dari kami dan satu amir dari kamu. Umar naik pitam “Bah, tidak mungkin ada dua biduk dalam satu perahu!”. Akhirnya semua ramai, kacau. Untung ada Abu Ubaidah bin Al Jarrah.
Ia berkata, “Wahai saudaraku Anshar, bukankah kalian dulu pertama kali yang membantu? Apakah sekarang ini kalian ingin menjadi yang pertama memberontak?” Sahabat Anshar turun amarahnya. Seorang sahabat Anshar kemudian berbalik mendukung Muhajirin untuk memegang kekhalifahan. Serta merta Abu Bakr mengangkat tangan Umar dan Abu Ubaidah, “Aku siap membaiat dari dua orang ini siapa yang kalian sukai”.
Orang Anshar kelihatan bingung, Umar, wah bisa berabe nih (mungkin ini pikiran orang Anshar ketika itu). Abu Ubaidah masih muda. Umar kemudian berkata, “Aku membaiatmu Abu Bakr sebagai khalifah”. Abu Ubaidah juga berkata hal yang sama. Para sahabat Anshar kemudian berbondong-bondong membaiat Abu Bakr.
Di keriuhan baiat Abu Bakr, terdengar suara. “Eh, hati-hati, ada orang sakit jangan diinjak-injak”. Si empunya rumah sedang sakit, tidak berhasil dibaiat, tidak bisa bangun kini malah jadi sasaran injak-injakan massa yang berebut membaiat Abu Bakr.
KALO BAHASA SAYA, “HE REK, AKU JEK ONO IKI, AKU LARA, OJO DIPIDHAK’I! ATUH, ATUH, ATUH”. Tertawa sendiri bila mengingat cerita ini. Kok yo ono wae cerito sing model koyo ngene!.
Wkwkwkwkwkwkwk.
Wallahu A’lam bish Showab.
Tuesday, July 19, 2011
Pernahkah Engkau Menangisi Rasulullah?
Aku berhenti ketika membaca kisah bagaimana pembelaan Abu Bakr kepada Rasulullah saw. Namun bukan Abu Bakr yang membuatku menangis, tapi perjalanan hidup Rasulullah yang membuatku menitikkan air mata.
Dikisahkan bahwa pernah suatu hari Rasulullah ketika datang di area Mekkah ia telah diteror dengan ancaman dari kafir Quraisy. Tidak kuasa aku mengisahkannya lagi. Sungguh teramat pilu. Beliau yang mencintai umatnya diperlakukan seperti orang yang tidak memiliki pembelaan sama sekali.
Baju beliau ditarik-tarik oleh banyak orang yang mengerubutinya. "Hai Muhammad apakah benar engkau berkata begini-begini?" Dan Rasulullah pun membalas, "Ya memang aku berkata begini dan begini".
Selanjutnya aku tidak bisa membayangkan cacian-cacian apa yang diberikan oleh penduduk Mekkah kepada Rasul kita yang satu ini. Sampai-sampai Abu Bakr datang dan menghalau orang yang mengerubutinya, menarik bajunya. Sambil menangisi Rasulullah ia berkata, "Mengapa kalian melakukan hal seperti ini kepada orang yang menyatakan keesaan Tuhannya?"
Subhaanallah, Aku tidak tahu lagi seandainya bertemu denganmu Ya Rasulullah, kalimat apa yang akan aku ucapkan. Engkau adalah orang yang paling mulia di dunia ini tapi engkau rela dicaci maki oleh orang-orang yang tidak tahu, dan engkau tidak membalas. Engkau dihina dan diancam namun engkau malam membalas dengan senyum dan tutur kata yang lembut.
Bagaimana aku tidak menangis ketika aku membaca kisah tersebut, dan bagaimana aku tidak menangis ketika aku menceritakannya kembali? Engkau duhai Rasulullah adalah orang yang bersih dari dosa, namun engkau tidak membalas perlakuan keji dari umatmu sendiri bahkan Kau mengkhawatirkan mereka ketika ajal menjemput...
Semoga sholawat dan salam senantiasa atasmu Rasulku....
Wallahu A'lam Bishshowab.
Monday, June 20, 2011
مَنْ جَدَّ وَجَدَ
Friday, June 17, 2011
Brand Gak Cuma Logo Thok
Banyak orang mungkin mengartikan merek. Tapi untuk kali ini aku lebih menggunakan kata 'brand' saja.
Kebanyakan orang tidak mengerti bahwa yang namanya brand itu bukan logo thok. Tapi lebih dari sekedar itu. Berikut adalah penjelasan dari Pak Dan Pallotta.
Strategimu adalah Brand
Bila kita consumer brand, brand adalah produk kita dan cerita-cerita yang datang dengan produk itu. Maka misal kita memiliki produk yang rusak setelah dua hari dipakai, maka itulah brand kita. Keseriusan adalah brand. Dulu 1969 Nasa tidak punya logo yang bagus. Tapi ia punya brand. Kini ia punya logo yang lebih mengkilat, tapi brand-nya tidak memiliki makna sama sekali.
Cara Mengajak untuk Bertindak adalah Brand
Bila kita adalah sebuah organisasi sosial, banyaknya "Likes" di Facebook bukanlah sebuah sesuatu yang layak sebagai sebuah strategi. Hal-hal yang kita minta kepada konstituenlah yang menunjukkan Brand kita.
Customer service adalah Brand
Bila ada calon donatur yang menghubungi organisasi kita dan bersemangat, tapi kemudian diminta menunggu sampai kapan tidak jelas menunjukkan brand kita. Bila dalam sebuah acara dengan para donatur, mereka tidak dapat mengerti apa yang kita sampaikan dan kita tidak perduli menunjukkan itulah brand kita.
Cara kita berbicara adalah Brand
Bila ternyata website kita berisi tentang banyak hal yang tidak update itulah brand kita. Kalau pesan kita hanya berisi jargon-jargon, singkatan yang tidak penting berarti begitulah sebenarnya brand kita.
Semua sarana komunikasi kita adalah Brand
Bila ada lembaga yang neon box-nya masih bantuan tali rafia itulah pula brand-nya. Bila website kita ketika diklik malah error itulah brand kita.
Orang yang di lembaga kita adalah Brand
Orang-orang yang bekerja di lembaga adalah brand dan mewakili kita kepada masyarakat. Bila mereka bisa bekerja dengan baik dan terarah, teratur, itulah brand kita. Begitu juga sebaliknya. Bila ternyata kerja mereka hanya melakukan sesuatu yang tidak jelas. Itulah juga brand kita.
Fasilitas kita adalah Brand
Apakah fasilitas kita tercukupi untuk melakukan tugas-tugas yang dibutuhkan? Itu menggambarkan brand kita.
Logo dan gambaran juga adalah Brand
Brand yang besar layak mendapatkan logo yang bagus dan eye catching.
Intinya, brand adalah memberikan perhatian pada pekerjaan kita pada tiap levelnya, dengan detil mulai dari visi-misi, tenaga kerja, pelanggan dan interaksi yang akan kita jalankan, betapapun kecilnya hal tersebut.
Kita sadar atau tidak, punya logo yang keren atau tidak. kita punya brand. Pertanyaannya adalah apakah itu brand yang kita inginkan.
http://blogs.hbr.org/pallotta/2011/06/a-logo-is-not-a-brand.html
Dan Pallotta is an expert in nonprofit sector innovation and a pioneering social entrepreneur. He is the founder of Pallotta TeamWorks, which invented the multiday AIDSRides and Breast Cancer 3-Days. He is the president of Advertising for Humanity and the author of Uncharitable: How Restraints on Nonprofits Undermine Their Potential.
Thursday, June 16, 2011
Masih tentang SDN Gadel
Pikiran lain yang terlintas adalah teringat kisahnya Umar. Umar ngotot ke Rasulullah kenapa harus berhijrah dengan diam-diam. "Bukankah kita ini yang benar?? Bukankah ada Allah bersama kita??" Ungkap Umar. "Bila memang kita ini yang benar kenapa harus takut?" Akhirnya dibuktikan oleh Umar bin Khattab seorang diri sahabat yang lain berhijrah dengan bersembunyi.
Ada juga kejadian ketika perjanjian Hudaibiyah. Saat Rasulullah diminta untuk tidak datang tahun ini untuk haji. Rasulullah menyetujui permintaan pihak Makkah. Lagi-lagi Umar tidak setuju. "Apakah kita ini lemah? Apakah kita ini tidak berada dalam kebenaran yang dijamin oleh Allah?". Rasulullah tidak bergeming, meski ditantang oleh kefaqihan Umar. Para sahabat pun terdiam ketika melihat Umar 'menantang' Rasulullah. Rasulullah pun akhirnya tetap menjalankan keputusannya.
Bayanganku, mungkin Bu Siami mengalami kondisi yang sama dialami oleh Umar. Menurut pengetahuannya ia berada di atas kebenaran. Kenapa mesti takut? Kenapa Ia mesti gentar?
Kejadian ini adalah sebuah kejadian yang sengaja diperlihatkan oleh Allah. Sebagian besar kita mungkin sudah tahu bahwa kejadian yang sebenarnya dilaporkan oleh Bu Siami sudah menjadi rahasia umum. Pihak sekolah tidak ingin siswanya tidak lulus adalah sebuah hal yang lumrah. Pihak sekolah meminta agar ada contekan yang sistematis juga adalah hal yang lumrah terjadi. Bagi yang menolak ada kejadian ini mungkin patut dipertanyakan berapa lama ia tinggal di Indonesia.
Untuk mengganti hal yang lumrah terjadi walaupun jelek butuh proses yang panjang. Karena budaya tersebut juga dibangun pada waktu yang lama. Kecuali memang ada orang yang seperti Umar bin Khattab yang tak tergoyahkan. Harus ada tokoh yang memiliki kekuatan digdaya baik di sisi intelektual, kekuasaan, dan finansial tapi yang terutama kekuatan moral.
Masih ada orang seperti 'Umar bin Khattab' di Indonesia ini? Semoga....
Wallahu A'lam
Wednesday, June 15, 2011
مَنْ سَارَ عَلىَ الدَّرْبِ وَصَلَ
Tuesday, June 14, 2011
Kalimat yang Paling Ditakuti Pimpinan
"Nang Endhi Wae Sampean Cak!"
"Nang Endhi Wae Sampean Cak!"
Narasumber yang dihadirkan kulihat seakan-akan kaget dengan fenomena SD Gadel. Padahal kalau mau jujur, bisa kita lihat perkembangan di dunia pendidikan terkait fenomena ini. Apakah ada sekolah yang berkomentar? Apakah ada guru, dosen dan pelajar yang mendukung aksi Ibu pelapor?
Tidak ada. Atau tidak terekam mungkin.
Pikiranku mengatakan 'menepuk air di dulang terpercik ke muka sendiri'. Bila praktisi pendidikan memberikan komentar terkait hal tersebut, akan kena pada institusi pribadi mereka sendiri. Bukan karena sebab lain tapi karena memang begitulah jamaknya sekarang ini.
Sekolah mana sih yang tidak menjamaahkan mencontek? Guru mana sih yang tidak menugaskan siswanya menjadi sumber contekan. Kalau pun ada, berapa prosentasenya? Ke mana saja narasumber-narasumber beserta para komentator itu. Jangan-jangan mereka sekolah di luar negeri. Jangan-jangan anak-anak mereka sekolah di sekolah yang "berbonafide".
Kami yang di masyarakat saja tidak terlalu kaget. Karena itu sudah lumrah. Di sekolah memang pada umumnya contekan. Dan guru pada umumnya membiarkan hal itu terjadi. Dan bila sudah mendekati ujian kelulusan pada umumnya sekolah ingin meluluskan siswanya.
Itu sudah umum.
Jadi tidak usah terkaget-kaget. Ya beginilah Indonesia kita. Kita ingin dipimpin oleh pemimpin yang jujur tapi sekolah tempat menggodok pemimpin mengajarkan kecurangan. Kalau ketahuan curang ketika pilkada 'rame-rame' dihina dan dicaci.
Kalo kasus Gadel sih sebenarnya tidak perlu panjang asal SD Gadel bersedia menerima dan menjelaskan kepada orang tua murid yang lain bahwa yang dilakukan oleh pelapor adalah sesuatu yang benar dan harus dihargai. Bila hal ini segera dilakukan kasus ini tidak akan menjadi berbuntut panjang.
Ya, memang harus mengakui bahwa dirinya salah. Selama pihak sekolah dan dinas pendidikan tidak mau merangkul pelapor, bola panas ini akan semakin panas. Dan yang merasakan kerugiannya adalah anak-anak kita sendiri.
Wallahu A'lam