Thursday, June 21, 2012

Politik, antara Kebutuhan dan Keengganan


Sekarang ini banyak orang yang fobia dengan politik dan segala hal yang berhubungan dengannya. Tapi menurutku, politik tidak akan pernah bisa dihindari bahkan kita akan membutuhkannya. Karena dalam keseharian, kita akan senantiasa berjumpa dan berkutat dengan politik, baik praktis atau tidak praktis. Semoga kisah ini membantu.

Ketika itu aku masih menjadi mahasiswa di Fakultas Farmasi Unair. Aku tinggal di sebuah rumah kontrakan bersama arek-arek Asy-Syifa.

Musimnya musim hujan. Sehari-hari basah dan banjir di Karang Menjangan gang 6. Kami sebagai penghuni kontrakan juga tidak lepas dari itu semua. Dan yang termasuk dari rutinan musim hujan adalah kerja bakti untuk membersihkan selokan. Sebenarnya sih sudah ada anjuran untuk kerja bakti selama sebulan sekali namun sepertinya musim hujan adalah musim waspada bagi warga Karang Menjangan gang 6. Tidak hanya karena kekhawatiran akan banjir karena memang itu sudah menjadi langganan, yang lebih menjadi beban pikiran warga ketika itu adalah bahaya serangan nyamuk demam berdarah.

Maka kami pun bergotong royong untuk membersihkan selokan yang menjadi aliran air kotor limbah rumah tangga.

Kontrakan kami termasuk kontrakan yang paling ujung dari gang 6 dan kebetulan selokan kami juga khusus. Ia memiliki saluran untuk pembuangan ke gang berikutnya di belakang rumah. Di situlah masalahnya muncul. Ternyata gang tetangga tidak sedang kerja bakti. Parahnya lagi rumah yang berada di deretan setelah rumah kami ternyata kosong. Tidak ada penghuninya.

Maka semua sampah yang kami angkut ke atas sepertinya tidak ada artinya karena semua aliran air akan tetap mampet di ujung gang. Berarti airnya akan terhenti di selokan rumah yang kami tinggali.

Dari pada bingung air selokan tidak berjalan ke mana-mana, akhirnya sebagian warga menuju rumah yang dimaksud dan mengangkat semua sampah yang berada di aliran selokannya meski bukan penghuni rumahnya.

Setelah itu kami selesai dan aku pun mulai berandai-andai. Jika kami (para penghuni kontrakan) ingin rumah kami aman dari gangguan nyamuk, tidak cukupkah kami membersihkan selokan dari sampah yang ada? Jawabannya tidak. Karena selokan itu adalah seluran pembuangan air. Ia tidak hanya menampung satu rumah saja. Ketika selokan rumah kami saja yang bersih dan tetangga kami tidak, semua jadi nya mubadzir. Karena tetap saja genangan dan bahaya itu tetap mengancam.

Maka tetangga kiri kanan depan belakang juga harus membersihkan selokannya. Tapi dengan catatan bila mereka mau? Kalau tidak mau? Apa yang harus kita lakukan.

Dan bila mereka mau pun juga masih belum cukup karena mereka juga memiliki tetangga kanan kiri yang juga selokannya saling berhubungan. Maka semua harus bekerja dalam satu waktu dan irama yang sama dan ini tidak bisa dilakukan oleh satu atau dua rumah saja.

Tapi di Surabaya ini tidak mungkin hanya satu gang tanpa mengikutkan gang lainnya. Karena tetangga gang kita juga memiliki selokan yang satu jalur dengan gang kita. Maka tetangga gang juga harus rela membersihkan sampahnya. Pertanyaannya maukah mereka membersihkan gangnya? Iya kalau mau? Kalau tidak bersedia terus bagaimana?

Itulah gunanya ada Pak RT, Pak RW, Pak Lurah, Pak Camat dan Walikota. Mereka memiliki kewenangan khusus sehingga semua yang berada dalam wilayah tanggung jawabnya mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Dalam kasusku berarti Pak RT bisa memerintahkan warganya untuk sama-sama kerja bakti sembari memberikan himbauan kepada Pak RW agar RT yang lain juga melakukan hal yang sama.

Begitu juga dengan Pak RW, sembari warganya melakukan kerja bakti ia juga bisa meminta Ketua RW yang lain melakukan hal yang sama dan mengingatkan Pak Lurah agar mengajak RW yang lain untuk bekerja bakti.

Apa kesimpulan yang ingin saya sampaikan?

Kewenangan, perintah adalah bahasa lain dari politik. Bila tidak ada sistem politik maka sangat mungkin tidak ada yang namanya masyarakat. Yang ada cuma hutan belantara di mana yang kuat akan mendominasi yang lemah. Politik adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari baik kita senangi atau tidak. Dengan contoh sederhana seperti kerja bakti selokan tadi semoga bisa memberikan gambaran bahwa ketika kita ingin menyelamatkan diri dan keluarga, kita tidak bisa bekerja sendirian. Kita harus bersama-sama. Harus ada pimpinan yang kita tunjuk untuk membimbing kita.

Maka untuk golput saat ini bukan sesuatu yang tepat menurutku. Bila golput itu dianalogikan dengan kondisi kerja bakti berarti seperti kita ingin menyelamatkan diri dan keluarga dari bahaya banjir dan wabah demam berdarah dengan cukup menjaga selokan kita saja dari sampah. Tidak menghiraukan waktu yang tepat untuk kerja bakti dan tidak memperhatikan tetangga-tetangga kita. Apakah itu mungkin?

Wallahu A'lam

No comments:

Post a Comment