Tuesday, June 14, 2011

"Nang Endhi Wae Sampean Cak!"

Mendengar diskusi soal SD Gadel di Metro TV ternyata membuatku muak. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba saja aku merasa muak mendengarkan komentar-komentar mereka tentang negara yang sekarang sudah kehilangan nilai kejujuran. Bahkan sempat ada letupan perdebatan di sana. Maka kata yang terlontar dari pikiranku adalah judul di atas.

"Nang Endhi Wae Sampean Cak!"

Narasumber yang dihadirkan kulihat seakan-akan kaget dengan fenomena SD Gadel. Padahal kalau mau jujur, bisa kita lihat perkembangan di dunia pendidikan terkait fenomena ini. Apakah ada sekolah yang berkomentar? Apakah ada guru, dosen dan pelajar yang mendukung aksi Ibu pelapor?

Tidak ada. Atau tidak terekam mungkin.

Pikiranku mengatakan 'menepuk air di dulang terpercik ke muka sendiri'. Bila praktisi pendidikan memberikan komentar terkait hal tersebut, akan kena pada institusi pribadi mereka sendiri. Bukan karena sebab lain tapi karena memang begitulah jamaknya sekarang ini.

Sekolah mana sih yang tidak menjamaahkan mencontek? Guru mana sih yang tidak menugaskan siswanya menjadi sumber contekan. Kalau pun ada, berapa prosentasenya? Ke mana saja narasumber-narasumber beserta para komentator itu. Jangan-jangan mereka sekolah di luar negeri. Jangan-jangan anak-anak mereka sekolah di sekolah yang "berbonafide".

Kami yang di masyarakat saja tidak terlalu kaget. Karena itu sudah lumrah. Di sekolah memang pada umumnya contekan. Dan guru pada umumnya membiarkan hal itu terjadi. Dan bila sudah mendekati ujian kelulusan pada umumnya sekolah ingin meluluskan siswanya.

Itu sudah umum.

Jadi tidak usah terkaget-kaget. Ya beginilah Indonesia kita. Kita ingin dipimpin oleh pemimpin yang jujur tapi sekolah tempat menggodok pemimpin mengajarkan kecurangan. Kalau ketahuan curang ketika pilkada 'rame-rame' dihina dan dicaci.

Kalo kasus Gadel sih sebenarnya tidak perlu panjang asal SD Gadel bersedia menerima dan menjelaskan kepada orang tua murid yang lain bahwa yang dilakukan oleh pelapor adalah sesuatu yang benar dan harus dihargai. Bila hal ini segera dilakukan kasus ini tidak akan menjadi berbuntut panjang.

Ya, memang harus mengakui bahwa dirinya salah. Selama pihak sekolah dan dinas pendidikan tidak mau merangkul pelapor, bola panas ini akan semakin panas. Dan yang merasakan kerugiannya adalah anak-anak kita sendiri.

Wallahu A'lam

No comments:

Post a Comment